Beranda | Artikel
10 Keanehan Para Pro-Maulid (seri 3)
Senin, 28 Januari 2013

Di antara yang menjadi keanehan dalam perayaan maulid Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam penetapan tanggal perayaan Maulid Nabi. Hal tersebut masih terdapat perselisihan. Tanggal 12 Rabi’ul Awwal ternyata lebih dikata tepat sebagai tanggal kematian beliau, bukan hari lahirnya. Ini di antara keanehan yang akan dikupas dalam bahasan Rumasyho.com kali ini.

6- Merayakan maulid pada tanggal yang sebenarnya diperselisihkan oleh para ulama. Buktinya ada kaum muslimin yang merayakan maulid pada tanggal 10 Rabiul Awwal. Mayoritas lainnya merayakan pada tanggal 12.

Hari kelahiran Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– adalah hari Senin. Dari Abu Qotadah Al Anshori radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai puasa pada hari Senin, lantas beliau menjawab,

ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ

Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku.” (HR. Muslim no. 1162)

Sedangkan tahun kelahirannya adalah pada tahun Gajah. Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad berkata,

لا خلاف أنه ولد صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بجوف مكّة ، وأن مولده كان عامَ الفيل .

“Tidak ada khilaf di antara para ulama bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir di kota Mekkah. Dan kelahirannya adalah di tahun gajah.”

Sedangkan mengenai tanggal dan bulan lahirnya Nabi kita –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, hal ini masih diperselisihkan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa beliau lahir tanggal 8 Rabi’ul Awwal, seperti pendapat Ibnu Hazm. Ada pula yang mengatakan tanggal 10 Rabi’ul Awwal. Dan yang masyhur menurut jumhur (mayoritas) ulama adalah pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Selain itu ada yang mengatakan, beliau dilahirkan pada bulan Ramadhan, ada pula yang mengatakan pada bulan Shafar. Sedangkan ahli hisab dan falak meneliti bahwa hari Senin, hari lahir beliau bertepatan dengan 9 Rabi’ul Awwal. Dan inilah yang dinilai lebih tepat.

Jika kita meneliti lebih jauh, ternyata yang pas dengan tanggal 12 Rabi’ul Awwal adalah hari kematian Nabi ­-shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Meski mengenai kapan beliau meninggal pun masih diperselisihkan tanggalnya. Namun jumhur ulama, beliau meninggal dunia pada tanggal 12 dari bulan Rabi’ul Awwal, dan inilah yang dinilai lebih tepat.[1] Jika demikian, yang mau diperingati pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal apakah kematian beliau?! Wallahul musta’an.

Perselisihan di atas juga menunjukkan bahwa perayaan mauludan tidaklah begitu urgent, karena seandainya itu ingin diperingati, maka seharusnya ada konsensus para ulama yang menetapkan tanggal pasti perayaannya biar umat tidak berselisih sebagaimana jelas untuk Idul Fithri tanggal 1 Syawal dan Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah.

7- Sahabat dan Istri Nabi tentu orang-orang yang lebih mencintai Nabi, apalagi mereka bertemu dan berjumpa dengan beliau secara langsung. Namun tidak ada satu bukti pun yang menunjukkan kalau mereka tadi mengagungkan dan mencintai nabi dengan merayakan maulid.

Ada yang berujar: Sahabat dan istri Nabi merayakan Maulid Nabi dengan jalan banyak membaca shalawat kepada beliau dan mengamalkan ajaran yang beliau bawa.

Sanggahan: Apa memang para sahabat dan istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bershalawat untuk merayakan Ultah Nabi? Siapa yang bilang seperti ini? Mana bukti dalil dan sejarahnya. Mereka memang bershalawat apalagi pada waktu yang diperintahkan seperti telah dijelaskan di atas. Kalau mengajarkan amalan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, itu benar, namun itu bukan dalam rangka berpapasan dengan Mauludan. Namun karena ingin menjalankan perintah,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31). Jadi amalkan perintah dan petunjuk Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, itu hakikat cinta sebenarnya.

8- Berdalil bahwa ia merayakan maulid dalam rangka cinta nabi, namun ketika ditanya malah beralasan karena maulid dilakukan oleh kyai atau ustadznya. Itu mah tandanya cinta kyai dan ustadz, bukan cinta Nabi.

Jika mereka berdalil bahwa semua kyai dan ustadz di negeri kita turut melaksanakan maulid, maka jawabannya:

Ketahuilah saudaraku -semoga Allah selalu memberi taufik padamu-, mayoritas ulama tidak mau menggunakan amalan penduduk Madinah (di masa Imam Malik) –tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah- sebagai dalil dalam beragama. Mereka menganggap bahwa amalan penduduk Madinah bukanlah sandaran hukum dalam beragama tetapi yang menjadi sandaran hukum adalah ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu bagaimana mungkin kita berdalil dengan kebiasaan sebagian negeri muslim yang tidak memiliki keutamaan sama sekali dibanding dengan kota Nabawi Madinah?! (Disarikan dari Iqtidho’ Shirothil Mustaqim, 2: 89 dan Al Bid’ah wa Atsaruha Asy Syai’ fil Ummah, Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali, 49-50, Darul Hijroh)

Perlu diperhatikan pula, tersebarnya suatu perkara atau banyaknya pengikut bukan dasar bahwa perkara yang dilakukan adalah benar. Bahkan apabila kita mengikuti kebanyakan manusia maka mereka akan menyesatkan kita dari jalan Allah dan ini berarti kebenaran itu bukanlah diukur dari banyaknya orang yang melakukannya. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala,

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (QS. Al An’am: 116)

9- Di tanah kelahiran Nabi tidak merayakan maulid, namun anehnya negeri yang jauh dari tempat tersebut malah merayakannya.

Jika Maulid Nabi memang amalan baik atau termasuk sunnah, maka tentu dari negeri Saudi dimulainya perayaan tersebut. Namun yang ada perayaan tersebut sebenarnya perayaan orang Syi’ah, merekalah yang mempeloporinya pertama kali.

Al Maqriziy, seorang pakar sejarah mengatakan, “Para khalifah Fatimiyyun memiliki banyak perayaan sepanjang tahun. Ada perayaan tahun baru, hari ‘Asyura, maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah al Zahra, maulid khalifah yang sedang berkuasa, perayaan malam pertama bulan Rajab, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Sya’ban, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Ramadhan, perayaan malam penutup Ramadhan, perayaan ‘Idul Fithri, perayaan ‘Idul Adha, perayaan ‘Idul Ghadir, perayaan musim dingin dan musim panas, perayaan malam Al Kholij, hari Nauruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), hari Al Khomisul ‘Adas (3 hari sebelum paskah), dan hari Rukubaat.” (Al Mawa’izh wal I’tibar bi Dzikril Khutoti wal Atsar, 1/490. Dinukil dari Al Maulid, hal. 20 dan Al Bida’ Al Hawliyah, hal. 145-146)

Asy Syaikh Bakhit Al Muti’iy, mufti negeri Mesir dalam kitabnya Ahsanul Kalam (hal. 44) mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakan enam perayaan maulid yaitu: perayaan Maulid (hari kelahiran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maulid ‘Ali, maulid Fatimah, maulid Al Hasan, maulid Al Husain –radhiyallahu ‘anhum– dan maulid khalifah yang berkuasa saat itu yaitu Al Mu’izh Lidinillah (keturunan ‘Ubaidillah dari dinasti Fatimiyyun) pada tahun 362 H.

Dan dinasti Fatimiyyun sendiri sebenarnya bukan muslim. Al Qodhi Al Baqillaniy menulis kitab khusus untuk membantah Fatimiyyun yang beliau namakan “Kasyful Asror wa Hatkul Astar (Menyingkap rahasia dan mengoyak tirai)”. Dalam kitab tersebut, beliau membuka kedok Fatimiyyun dengan mengatakan, “Mereka adalah suatu kaum yang menampakkan pemahaman Rafidhah (Syi’ah) dan menyembunyikan kekufuran semata.” Ibnu Taimiyah sampai mengatakan dalam Majmu’ Fatawa-nya, “Bani Fatimiyyun adalah di antara manusia yang paling fasik (banyak bermaksiat) dan paling kufur.”

10- Cuma bisa mencap bahwa orang yang melarang peringatan Maulid adalah Wahabi karena tidak punya alasan lainnya.

Ada yang berkomentar: Iya, saat ini Makkah dan Madinah dikuasai faham wahabi yg memang tidak mau mengadakan Maulid Nabi yg baik ini, kaum wahabi di sana lebih suka mengadakan Maulid muhammad bin abdul wahhab an-najdi selama seminggu penuh, juga adanya haul Utsaimin tokoh yg mereka agung-agung kan.

Yang tahu keadaan Saudi adalah yang tinggal di Saudi. Orang di negeri kita yang asal menuduh, tanpa ajukan bukti, maka pernyataan di atas hanya HOAX (alias: bualan). Karena yang ada adalah bukan Maulid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab namun pengadaan seminar dan pameran buku. Juga, yang ada hanyalah tugu yang menunjukkan bahwa di situ adalah markaz Dakwah Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dan bukan tugu peringatan, apalagi sampai mengatakan Wahabi merayakan haul Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin. Ini justru fitnah yang menunjukkan kebencian mereka terhadap dakwah tauhid di tanah Arab. Dan yang jelas mereka memang sudah benci terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab karena sejak dari pesantren, mereka sudah didoktrin Wahabi itu sesat. Padahal yang didakwahkan Syaikh Ibnu Wahab adalah dakwah untuk kembali kepada akidah Islam dan kembali kepada ajaran Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Prinsip beliau adalah berpegang teguh pada dalil. Silakan lihat ulasan beliau dalam berbagai karyanya di antaranya dalam Kitab Tauhid, Qowa’idul Arba’ dan lainnya, tidak pernah beliau berkata kecuali dengan dalil dari Al Qur’an dan hadits.

 

Baca pula: Kumpulan Artikel Seputar Maulid Nabi.

 

Hanya Allah yang memberi taufik dan membuka hati untuk menerima kebenaran.

Riyadh-KSA, 14 Rabi’ul Awwal 1434 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

www.rumaysho.com



[1] Lihat berbagai pendapat dalam masalah ini dalam artikel Syaikh Sholih Al Munajjid dalam Fatwa Al Islam Sual wal Jawab: http://islamqa.info/ar/ref/147601


Artikel asli: https://rumaysho.com/3117-10-keanehan-para-pro-maulid-seri-3.html